Cari Blog Ini

Senin, 10 Oktober 2011

DEKONSTRUKSI DALAM ARSITEKTUR PROBLEMATIK DEKONSTRUKSI ATAU DEKONSTRUKTIVISME


Dengan atau tanpa label, gejala yang di sebut “DEKON” secara nyata telah dirasakan kehadirannya dalam bidang arsitektur. Namun adalah tugas para teorikus dan kritikus arsitektur untuk meneliti lebih mendalam gejala tersebut, mengidentifikasikan karakteristiknya, mengemas dan membubuhinya dengan label yang dianggap paling tepat, serta mendaurkannya dalam wacana arsitektural.
Sejak tahun 1988, gejala ‘Dekon’ dalam arsitektur telah menjadi tajuk perdebatan yang hangat. Usaha untuk mencari kejelasan tentang gejala tersebut telah ditempuh melalui berbagai cara : symposium, pameran, essay, buku, wawancara dan lainnya. Kontroversial yang paling seru terutama menyangkut label yang dibubuhkan pada gejala tersebut. Manakah yang tepat : ‘Dekonstruksi’ atau ‘Dekonstruktivisme’ ?
Masing-masing label tersebut mengacu pada asumsi, sudut pandang, interpretasi dan implikasi yang berbeda.
Label ‘Dekonstruksi’ secara luas digunakan dalam lingkungan intellectual di Perancis dan Inggris, berlandaskan pada asumsi bahwa gejala ‘Dekon’ secara langsung berkaitan dengan filsafat kritis Jacques Derrida. Label tersebut secara resmi dikukuhkan dalam “ International Symposium on Deconstruction ” yang diselenggarakan oleh Academy Group di Tate Gallery, London tanggal 8 April 988, dimana kehadiran Derrida diwakili oleh rekaman video wawancaranya.1

GRAND PENINSULA PARK - THE CITY RESORT

GENERASI KE-3 Persembahan PT.Griyo Mapan Santoso Grup




Type 12 x 23

Denah Type 12 x 23































Sabtu, 08 Oktober 2011

PROYEK - PROYEK KOMERSIAL

Ruko HR.Muhammad - owner Trijaya Kartika,Pt.
render senja - proyek th.2003


Descriptions

Bangunan komersial merupakan bangunan gedung yang difungsikan untuk mewadahi aktivitas komersial yang bertujuan mendatangkan keuntungan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk menunjang keberhasilan fungsinya, perancangan bangunan komersial perlu mempertimbangkan berbagai aspek baik dari sisi tampilan bangunan, pertimbangan efisiensi, keamanan, maupun peluang pengembangan.

Lebih jauh lagi, pertimbangan-pertimbangan tersebut perlu disesuaikan dengan jenis aktivitas komersial yang diwadahi dalam bangunan tersebut sehingga hal ini bersifat fleksibel. Atas dasar pemikiran tersebut, buku Panduan Perancangan Bangunan Komersial hadir sebagai bekal bagi para perancang bangunan komersial maupun para praktisi ekonomi. Pemahaman terhadap materi buku ini juga dapat digunakan sebagai bekal untuk mengevaluasi kualitas rancangan sebuah bangunan komersial.

CENTRAL PARK AYANI , Generasi ke-2 PT.Griyo Mapan Santoso

Main Gate
Wall Corridor

Type Regal
Type Imperial
CENTRAL PARK A.YANI  memiliki lokasi strategism hanya 10 menit dari pintu Tol Waru & Gerbang tol Gunung sari. Dekat dengan Polda Jatim dan Graha Pena, akses yang mudah ke berbagai pusat perbelanjaan dan hiburan (Royal Plaza, City of Tomorrow, Darmo Trade Center, dll)

Add caption
Add caption
Add caption

CENTRAL PARK MULYOSARI cikal bakal perumahan premium PT.Griyo Mapan Santoso

Berawal dari CENTRAL PARK MULYOSARI di tahun 2000, PT.Griyo Mapan Santoso tumbuh sebagai Developer yang membangun perumahan dengan kualitas dan harga rumah untuk kelas menengah ke atas.
Diatas lahan lebih dari 10 ha dibangun 23 unit ruko 3 lantai, Fasilitas taman yang luas, Bangunan Sekolah, pusat perbelanjaan, restorant ternama hanya bagi 139 unit rumah.

Dilanjutkan pembangunan di lokasi Semolowaru, CENTRAL PARK KLAMPIS REGENCY pada tahun 2003 dengan konsep Mediteran yang waktu itu sedang 'Booming'.  
Dengan 'One Gate system' lahan seluas 24.000 m2 hanya diperuntukkan 49 unit rumah kelas menengah ke atas.

Seni Bangunan Dekonstruksi : Mengada-ada atau Perlu Ada?


Wacana mengenai seni bangunan dekonstruktif telah sedemikian luas dan diketahui oleh para pelajar maupun para mahasiswa arsitektur Indonesia. Sekalipun demikian, untuk mendalami masalah sebenarnya yang menjadi pokok pembicaraan masih diperlukan waktu yang lebih intensif. Kesempatan inilah yang digunakan oleh tulisan ini. Mencoba mengkaji dasar pemikiran deconstruction dalam konteks seni bangunan. 

Gagasan deconstruction seperti diketahui bukan berasal dari seorang arsitek, tetapi dari pemikir dan kritikus literature, Jacques Derrida. Gagasan ini berpengaruh luas melalui karya-karya Derrida (1921-) sejak terbitnya De la Grammatologie (1976) hingga La verite en peinture (1987). Derrida sudah tentu tidak memperoleh gagasan itu tiba-tiba dari langit biru. Gurunya: Martin Heidegger (1889-1976), pemikir German, telah membukakan jalan untuknya melalui Sein un Zeit (1927). Ketertarikan publik arsitek terhadap karya-karya Derrida berinteraksi dan bekerjasama dengan arsitek Bernard Tschumi dan Peter Eisenmann.

 Parc de la Villette 1984
Repro.
Secara singkat apa yang tersirat dan tersurat dalam deconstruction bergerak dalam nuansa antara gagasan dan metodanya. Rumusan Derrida mengenai deconstruction tidak pernah secara definitive diperoleh. Kesulitannya terletak pada phenomenon deconstruction sebagai gejala “mengada” yang tidak pernah menuju ke arah kebakuan.